Berlangsung di aula Desa Sindangpakuon, Kecamatan Cimanggung. Pada Sabtu (24/12/2024), sosialisasi kajian Land Acquisition and Resettlement Action Plan (LARAP) terkait transmisi listrik TPPAS.
KBT NEWS ID CIMANGGUNG – Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) terus mendorong upaya penyelesaian masalah sampah di Bandung Raya dengan rencana operasional Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Legok Nangka Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung. Sosialisasi terkait pembangunan dan dampak proyek ini menjadi langkah utama yang terus dilakukan untuk memastikan pemahaman dan dukungan masyarakat.
Berlangsung di aula Desa Sindangpakuon, Kecamatan Cimanggung. Pada Sabtu (24/12/2024), sosialisasi kajian Land Acquisition and Resettlement Action Plan (LARAP) terkait transmisi listrik TPPAS menjadi sorotan utama. Kegiatan ini melibatkan warga, pemerintah setempat, dan para ahli untuk membahas aspek teknis dan dampaknya pada masyarakat sekitar.
TPPAS Legok Nangka dirancang menjadi fasilitas modern yang menggunakan teknologi ramah lingkungan berbasis waste-to-energy. Dibangun di atas lahan 82,5 hektare di Desa Nagreg Kendan dan Desa Ciherang, fasilitas ini mampu mengolah hingga 2.000 ton sampah per hari dan menghasilkan listrik hingga 40 megawatt. Listrik yang dihasilkan nantinya akan dijual kepada PLN sebagai bagian dari solusi energi terbarukan.
Dengan kehadiran TPPAS Legok Nangka, diharapkan pengelolaan sampah di kawasan Bandung Raya, Sumedang, dan Garut dapat lebih terintegrasi sekaligus mengurangi dampak lingkungan secara signifikan.
Namun, proyek ini tidak lepas dari tantangan. Kepala Desa Cihanjuang, Yuyus Yusuf, menyatakan dukungannya terhadap program ini. Namun, ia menyoroti kendala di lapangan terkait jalur transmisi listrik yang melintasi wilayah desanya. Salah satu hambatan utama berasal dari pihak PT Novatek, yang hingga kini belum memberikan izin pemasangan tower transmisi di area pabriknya.
“Pihak pabrik berada di wilayah desa kami, dan mereka bertanya ke pihak desa karena PLN terus datang untuk ijin memasang tower. Sampai saat ini, pabrik belum memberikan izin,” jelas Yuyus.
Tenaga Ahli Tim LARAP Universitas Padjadjaran, Febby Juarsa, S.Sos, menjelaskan bahwa warga memiliki hak untuk menolak saat proses penetapan lokasi (penlok) berlangsung. Namun, ia menegaskan bahwa pendekatan persuasif dan diskusi menjadi langkah kunci dalam mencapai kesepakatan.
“Penolakan adalah hak masyarakat. Namun, jika proyek harus tetap berjalan, ada aturan hukum yang mengatur. Harapannya, diskusi yang dilakukan bisa menghasilkan solusi terbaik, meski pembangunan ini juga memerlukan pengorbanan,” tutur Febby.
Ia juga menekankan bahwa secara normatif, proyek ini memiliki manfaat besar dalam menyelesaikan permasalahan sampah, meskipun memerlukan kompromi dalam pelaksanaannya.
Pemprov Jabar optimistis proyek TPPAS Legok Nangka dapat menjadi solusi jangka panjang pengelolaan sampah sekaligus mendukung penyediaan energi terbarukan. Namun, keberhasilan ini tidak hanya bergantung pada teknologi, melainkan juga pada dukungan dan keterlibatan aktif masyarakat.
Melalui sosialisasi yang intensif dan pendekatan persuasif, pemerintah berharap seluruh pihak dapat memahami manfaat besar proyek ini sekaligus mencari solusi terbaik bagi tantangan yang ada. TPPAS Legok Nangka bukan hanya soal pengelolaan sampah, tetapi juga tentang kolaborasi demi masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan. (red*)