Putra Siliwangi: Kisah Perjuangan dan Kebangkitan

kos

 

Putra Siliwangi Abah Momon alias Abah Siluman


KBT NEWS ID BANDUNG -Dalam perjalanan hidup, kenangan pahit seringkali menjadi guru terbaik. Hal ini dirasakan oleh seorang pejuang sejati yang lahir dari tanah Siliwangi Abah Siluman. Setiap cobaan yang datang, justru membentuk dirinya semakin kuat, seakan pancaran mata tajam yang siap menatap masa depan. Dia bukan sekadar orang biasa, melainkan petarung sejati yang berdiri tegap, dengan kedua tangan lurus menyamping, seakan menyambut tantangan hidup tanpa gentar.


Menurut Abah Momon alias Abah Siluman  Keberanian adalah ciri khasnya. Warna merah yang ia kenakan bukan sekadar simbol, tetapi wujud nyata dari tekad untuk bertanggung jawab atas segala keputusan yang telah diambil. Garis hitam yang membentang di leher dan pinggang menjadi lambang perjalanan hidup yang penuh liku, namun harus dihadapi dengan kepala tegak. "Ini adalah bagian dari hidup yang harus kujalani," begitu ucapnya dalam diam.


Waktu terus berjalan. Hari berganti minggu, minggu berubah menjadi bulan, dan akhirnya tahun pun berlalu. Putra Siliwangi, sang pejuang yang selama ini mengembara, akhirnya pulang kembali. Dengan tarikan napas yang seolah-olah seperti hembusan angin bagi musuh-musuhnya, ia tiba membawa aura yang begitu kuat.


Dalam pengembaraannya, dia sempat berteriak lantang, "Lihatlah aku, wahai semua! Aku datang, dan aku akan kembali menjadi Siliwangi!" Suara lantangnya bukan hanya menggema di udara, tetapi juga menggugah setiap jiwa yang mendengarnya. Dia berjanji akan kembali, tidak hanya sebagai pejuang, tetapi sebagai pemimpin yang membawa wibawa.


"Aumanku akan membuat musuh-musuhku takut, tetapi langkahku akan tetap tak terdengar," ujarnya. "Namun, auraku akan terasa di setiap jiwa yang penuh dengan wibawa dan kehormatan." Sang Putra Siliwangi bertekad untuk datang kembali sebagai kesatria sejati. Pemimpin yang rendah hati, tegas dalam berbicara, bijak dalam bertindak.


Dia berharap untuk kembali membawa desa Cisempur menuju masa depan yang makmur, gemah ripah loh jinawi, penuh keberkahan dan kemandirian. "Aku titipkan jiwa dan ragaku untuk berbakti demi masa depan yang lebih baik," ucapnya, penuh harap.


Dengan tekad kuat, ia berseru, "Merdeka! Merdeka menuju kemajuan zaman!" Harapannya adalah agar desa ini menjadi tempat yang diberkahi, menjadi 'badatun toibatun warobun ghofur,' sebuah negeri yang sejahtera dan dirahmati oleh Tuhan.